Follow us on:

Dalil Wajibnya I'dad (Mempersiapkan Kekuatan) Melawan Musuh



Al-hamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah mengutus rasul-Nya dengan hidayah dan agama yang benar agar dimenangkan atas semua agama. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Pembicaraan I'dad al-Quwwah (persiapan kekuatan untuk menghadapi musuh) menghangat pada sidang Ustadz Abu Bakar Ba'asyir. Ust. Abu, demikian beliau akrab disapa, yang didakwa terlibat dalam jaringan terorisme di Indonesia yang berperan sebagai donator dalam latihan militer di Aceh Besar, menilai bahwa latihan militer tersebut bagian dari ibadah yang diperintahkan Allah Ta'ala sebagai bagian dari persiapan jihad fi Sabilillah.
Pada persidangan beliau yang ke ke-13 itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendatangkan saksi Ahli agama, Dr Muchtar Ali M.Hum, Kepala Seksi Pengadilan Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk Kementerian Agama, (lihat: vivanews, Rabu, 6 April 2011). Terlihat tidak ada relevansinya antara bidang yang digeluti saksi ahli dalam bidang agama ini dengan dakwaan yang dijeratkan kepada Ust. Abu, sehingga Ahmad Kholid, anggota advokasi Ust. Abu dari Tim Pengacara Muslim secara tegas mempertanyakan urgensi keahlian Mukhtar Ali terhadap dakwaan terlibat dalam pelatihan militer di Aceh.
“Apa dia mau bicara pelatihan militer di Aceh (kasus yang menjerat Ba’asyir) ada perkawinan,” kata Ahmad. “Atau apa dia mau komentar soal perkawinan di Jatiasih, Kota Bekasi, itu. Yang setelah enam bulan menikah ketahuan istrinya laki-laki itu."
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (6/4/2011) beberapa pecan lalu, Muchtar Ali yang dianggap sebagai "ahli syariat" menjelaskan mengenai syariat I’dad. Menurutnya, i’dad hanya mempersiapkan alat perang saja. Dalam pengakuannya, penjelasannya itu berasal dari tafsir Ibnu Katsir. Menanggapi keterangan tersebut, Ustadz Ba’asyir bertanya kepada saksi ahli tentang apa arti dari Ar Romyu. Namun oleh Muchtar Ali tidak dijawab dan dia hanya diam saja.
Melihat keterangan yang janggal tersebut, Ust. Abu menanyakan, “Apakah perintah I’dad itu hanya mempersiapkan alat lalu tidur, ataukah mempersiapkan alat itu lalu berlatih menggunakan alat itu supaya suatu saat bila diperlukan bisa bermanfaat? Lalu apa tafsir ulama tentang 'Ar-Ramyu' sebab Rasulullah sendiri menafsirkan?”.
Mendapat pertanyaan kritis, Muchtar bersikukuh dengan pendapatnya bahwa I’dad maupun ar-ramyu dalam syariat Islam itu hanya persiapan alat perang, tanpa ada pelatihan apapun. Setelah alat-alat perang dipersiapkan, terserah mau diam atau tidur-tiduran, yang penting tanpa ada pelatihan perang.
I'dad Hanya Persiapan Alat Perang Tanpa Latihan?
Mencari jawaban persoalan tersebut, dalam tulisan ini, kami tidak ingin menelusuri keterangan semua ulama untuk meluruskan kesimpulan ahli syariat I'dad yang lebih tepat berbicara tentang kawin-cerai dan makanan-makanan halal. Kami rasa cukup dengan mengutip penjelasan seorang ulama yang diakui keilmuan-Islamnya oleh dunia Islam yang karya-karyanya telah terebar di pelbagai Negara, yaitu Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. Berikut terjemahkan penjelasan beliau yang kami unduh dari