Follow us on:

Zakat untuk Pembangunan Masjid, Bolehkah?

Pertanyaan: Zakat Mal dibagikan kepada 8 ashnaf, jika diberikan untuk pembangunan masjid apakah termasuk fi sabilillah? Apakah hal itu dibolehkan? Sumarno Jawaban: Oleh: Badrul Tamam Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Zakat memiliki penyaluran yang sudah ditentukan. Allah telah menjelaskan pihak-pihak yang berhak menerimanya (ashnaf) dalam kitab-Nya, إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Taubah: 60) Maka tidak boleh menyalurkan zakat bukan pada ashnaf-ashnaf tersebut. Dan menurut para ulama, bagian Fi Sabilillah khusus pada jihad. Maka siapa yang menyalurkan zakat kepada pembangunan masjid itu bukan fi sabilillah. Karenanya, tidak dibolehkan. Keputusan ini seperti ijma' di kalangan ulama. Terdapat keterangan dalam Hasyiyah al-Raudh: Al-Wazir dan selainnya berkata: Para imam telah sepakat, tidak boleh dan tidak sah menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid, jembatan, dan semisalnya. Tidak pula untuk pengafanan mayit dan yang serupa. . ." Dalam al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah disebutkan: para fuqaha' berpendapat, tidak boleh menyerahkan zakat pada proyek kebaikan selain yang telah dijelaskan sebelumnya. Tidak boleh zakat digunakan untuk pembuatan jalan, pembangunan masjid dan jembatan. ." Penyaluran zakat untuk pembangunan masjid tidak dibenarkan berdasarkan dua alasan; Pertama, masjid tidak bisa menguasai/memiliki, ini menurut pendapat yang menyaratkan tamlik (penguasaanlkepemilikan). Kedua, pembatasan dalam ayat di atas, masjid dan semisalnya bukan termasuk salah satu dari delapan ashnaf. Kata "Innama" sebagai pembuka ayat adalah Adatu Hashar (kata pembatas), karenanya tidak boleh memberikan zakat kepada seseorang atau pihak-pihak yang tidak termasuk dalam delapan golongan di atas. Al-'Alamah al-Utsaimin menambahkan alasan dalam masalah ini di kitabnya al-Syarh al-Mumti': Adapun menghususkannya dengan jihad fi sabilillah tidak ada keraguan di dalamnya. Ini berbeda dengan orang yang mengatakan: Sesungguhnya maksud fi sabilillah adalah setiap amal kebajikan dan kebaikan. Berdasarkan tafsir ini berarti setiap (amal) yang dikehendaki wajah Allah dengannya. Ia mencakup pembangunan masjid, perbaikan jalan, pembangunan sekolahan-sekolahan, pendetakan buku dan selainnya dari sesuatu yang mendekatkan diri kepada Allah 'Azza wa Jalla, karena apa saja yang menyampaikan kepada Allah termasuk dari amal kebaikan yang tidak ada batasnya. Tetapi pendapat ini lemah, karena jika kita tafsirkan ayat tersebut dengan makna ini, maka kata hashar tidak memiliki faidah sama sekali. Dan lafadz hashar itu adalah إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ (Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir) ini ditinjau dari sisi lafadz. Sementara dari sisi maknawi, kalau kita jadikan ayat tersebut bersifat umum untuk setiap yang mendekatkan diri kepada Allah 'Azza wa Jalla maka diharamkan dari zakat bagi siapa yang meyakini dia sebagai pemiliknya. Karena orang-orang apabila mengetahui bahwa zakat mereka apabila digunakan untuk membangun masjid maka sudah cukup/bisa, mereka akan berlomba-lomba dalam hal itu untuk bisa tetap memanfaatkannya sampai hari kiamat. Maka yang benar: bahwa ia (Fi sabilillah) adalah khusus pada jihad fi sabilillah." Selesai. Syaikh Ibnu Bazz berkata: Yang sudah ma'ruf di kalangan ulama secara keseluruhan, dan ini adalah pendapat jumhur dan mayoritas ulama, ia seperti ijma' dari ulama salaf terdahulu, bahwa zakat tidak boleh digunakan untuk pembangunan masjid dan membeli kitab dan semisalnya. Zakat harus diserahkan kepada delapan ashnaf yang sudah ditentukan oleh Allah dalam surat al-Taubah. Mereka adalah: fuqara', orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan Ibnu Sabil (orang-orang yang sedang dalam perjalanan). Dan fi sabilillah itu khusus untuk jihad. Ini sesuatu yang sudah ma'ruf di kalangan ulama. Dan bukan bagian dari hal itu (ashnaf) penyalurannya untuk pembangunan masjid, sekolahan, jalan dan semisal itu." (Majmu' Fatawa Syaikh Bin Bazz, disusun oleh: Abdullah al-Thayyar dan Al-Syaikh Ahmad al-Bazz: V/128) Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, zakat harus disalurkan/diserahkan kepada pihak-pihak yang sudah ditentukan oleh Allah dalam Surat Al-Taubah: 60. Tidak boleh diserahkan kepada proyek kebaikan selain apa yang sudah ditentukan. Maka penyaluran zakat untuk pembangunan masjid atau renovasinya adalah salah. Wallahu Ta'ala A'lam.