Follow us on:

Tamu Allah, Antara Harapan dan Tantangan


Jamaah haji Indonesia tahun ini kembali bersiap melakukan perjalanan panjang menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Kloter demi kloter telah diberangkatkan terutama dari kloter gelombang pertama yang langsung menuju kota Madinah untuk melaksanakan Arbain, ziarah ke makam Rasulullah SAW dan para sahabat, dan tentu saja berkunjung ke tempat-tempat lain yang bernilai sejarah.


Untuk tahun ini sebagaimana yang tercatat di Departemen Agama, bahwa jumlah jamaah tahun ini mencapai  208.982 orang yang terdiri dari gelombang pertama sebanyak 241 kloter dan sisanya 106 kloter akan langsung di terbangkan  dari tanah air menuju Bandara King Abdul Aziz.

Para tamu Allah yang termasuk dalam gelombang pertama langsung menuju kota Madinah dan mereka telah disambut oleh Petugas Penyelenggara Haji Indonesia (PPIH) yang berjumlah 887 orang ditambah dengan tenaga musiman yang dikontrak pemerintah Indonesia untuk membantu pelayanan jamaah haji. Mereka itu terdiri dari para pekerja dari Indonesia termasuk juga di dalamnya para mahasiswa Indonesia yang memanfaatkan waktunya membantu jamaah Indonesia disamping tentu saja ingin mendapatkan rezeki tambahan.  Salah seorang tenaga musiman yang bekerja sebagai sopir ketika ditanya mengenai berapa upah yang didapatkan, ia mengaku cukup lumayan kira-kira Rp 40 juta dalam waktu tiga bulan. “Jumlah ini kurang lebih sama dengan apa yang saya dapatkan selama bekerja di Saudi Arabia dalam waktu satu tahun,” ungkapnya tersenyum.

Sementara itu Kepala Kerja (Daker) di Madinah Drs. Ahmad Kartono menegaskan, bahwa 99 persen persen segala fasilitas dan kebutuhan jamaah telah siap. Seluruh petugas telah ditempatkan di 3 daerah kerja yang diantaranya di Madinah, Mekkah, dan Jeddah. Sedangkan wilayah pekerjaan mereka adalah terdiri dari petugas kesehatan, pelayanan umum, keamanan, dan media center haji.

Dijelaskan juga sesuai dengan adanya instruksi dari Menteri Agama Maftuh Basyuni, bahwa seluruh petugas PPIH tidak terkecuali dilarang keras untuk mengejar Arbain yaitu shalat lima waktu selama 8 hari yang dilaksanakan secara berturut-turut di Masjid Nabawi. “Kalau mereka sebagai petugas mengejar itu, bisa-bisa jamaah jadi telantar. Mereka tidak konsen terhadap pekerjaan yang diembannya dari tanah air yaitu melayani jamaah haji,” ungkap Kartono. “Dan siapapun yang melanggar ketentuan itu akan dikenakan sanksi berupa pemulangan dini ke tanah air.

Cuaca di Madinah dan Mekkah untuk tahun ini diprediksi akan semakin dingin memasuki Desember. Cuaca ini sangat berbeda dengan kondisi rata-rata umumnya di Indonesia. Untuk mengantisipi alam yang kurang bersahabat ini disamping pakaian seragam yang didapat, jamaah perlu juga membawa pakaian hangat seperti jaket, sweeter, dan lainya.

Selain itu kepada jamaah diingatkan memakai pelembab kulit dan wajah. Ini untuk menghindari kekeringan pada kulit  yang bisa mengakibatkan pecah-pecah bahkan berdarah. Jamaah juga diharapkan untuk membawa obat-obatan terutama yang terkait dengan gangguan seperti flu, batuk, pilek, serta gangguan pernafasan.


Tantangan di Mekkah.

Kalau di Madinah persoalan inti jamaah adalah masalah cuaca dingin, tapi di Mekkah persoalannya semakin komplek, dari masalah cuaca, kemacetan, dan yang paling mengganggu sekali adalah masalah jarak pemondokan yang cukup jauh dan ini merupakan tantangan yang akan dihadapi oleh jamaah haji Indonesia. Sebanyak 83 persen pemondokan  calon haji Indonesia di Mekkah relative cukup jauh mulai 1.400 meter hingga 10.000  meter, sedangkan pemondokan di Madinah yang terjauh jaraknya 1.100 meter dan terdekat hanya sekitar 100 meter.

"Tolong jamaah haji diberitahu bahwa pemondokan di Mekkah itu relatif jauh, sehingga mereka sudah ada persiapan, apalagi saat puncak ibadah haji pasti terjadi kemacetan kendaraan yang perlu diantisipasi". Ungkap Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Departemen Agama, Slamet Riyanto.

Sebagai langkah antisipasi dari pemerintah, pihaknya sudah menempatkan 11 titik pengangkutan jamaah haji yang akhirnya mengerucut ke dekat Masjidil Haram hingga menjadi tiga titik, “Nanti akan ditandai dengan warna agar ketahuan, misalnya daerah Misfalah dan Aziziah akan diberi warna apa, kalau tidak salah ada empat warna sesuai wilayahnya. Busnya akan diberi warna dan akan mengumpul di sana,” tambahnya.

Namun demikian langkah ini rasanya belum tentu membuat rasa nyaman para jamaah haji karena dengan sendirinya tidak dapat dihindari kemacetan yang luar biasa. Sehingga sebagaimana yang diakui oleh salah seorang putugas di sana kemacetan diprediksi dapat mencapai 2-3 km, sehingga jarak tempuh dari pondokan ke Masjidil Haram terasa begitu lama.

Ada baiknya menjadi perhatian para calon haji Indonesia, terutama kepada mereka yang sudah lanjut usia, disamping hawa dingin, kemacetan, dan tentunya kesehatan, untuk mempertimbangkan apakah setiap waktu harus mengerjakan shalat di Masjidil Haram atau cukup di pondokan saja, mengingat puncak haji terjadi pada 9 Dzulhijjah nanti yaitu di Padang Arafah karena seseorang tidak dapat dikatakan telah melaksanakan haji kalau pada 9 Dzulhijjah dia tidak ada di Padang Arafah.

Semua itu memang sebuah tantangan yang harus dihadapi. Semakin banyak tantangan semakin kita terasa kecil dan tidak ada apa-apanya. Kita memang makhluk Allah yang serba memiliki keterbatasan, tapi yakinlah dengan selalu dekat kepada Allah memohon kepada-Nya, niscaya segala tantangan itu akan terasa indah dan mudah. Semoga menjadi tamu Allah yang sabar dan memperoleh Hajjan Mabruuroo(dari berbagai sember/Oma Rasyid)